Sebuah Catatan Kecil Untuk Pejuang

Langkah kecil melewati jalan menuju ruang kosong tak sesak dengan penuhan barang berbahan kayu yang selalu dipakai orang untuk duduk melepas lelah. Ruang itu selalu terlihat kotor atau terkadang terlihat bersih, apabila sudah disapu ketika ingin rapat. Aroma bau beragam mengisi ruangan itu. Entah apa yang menjadi sebab ruangan itu kini terlihat seperti tidak terurus. Padahal ruangan itu sudah menjadi saksi mata jeritan rakyat akibat tirani berkepanjangan. Selain itu ruangan itu telah menjadi goresan pena yang menuangkan ide dan harapan besar untuk perubahan tirani menjadi kejayaan untuk rakyat.

Ah..sayang sekali, ruangan itu kini terlihat seperti ruangan yang benar-benar tak bernyawa. Tuakah kawan, setiap detik pemikiran perubahan bangsa ruangan itu selalu tersenyum haru dengan apa yang dikerjakan penggunanya. Dan tahukah kawan, setiap langkah kita memasuki ruangan itu selalu ada rasa bangga pada nyawa di ruangan itu. Keadaan itu menjadi membalik ketika kita berhenti berpikir untuk perubahan bangsa, ruangan itu berubah menangis meratapi akan kegunaan ruangan yang mungkin akan selamanya tidak digunakan oleh penghuninya. Sebab ia tahu, apa yang menjadi latar belakang ruangan itu dibangun, tidak lain hanya untuk memikirkan nasib bangsa.

Ketika itu terjadi, perlahan ruangan itu berubah menjadi sarang laba-laba dan hancur dimakan waktu. Begitu pula dengan nasib bangsa ini ketika tidak disentuh maka akan perlahan menjadi karak kebobrokan yang sulit dilepaskan untuk menjadi lebih baik.

Catatan ini hanya untuk mereka para pejuang. Bahawasnya apa yang kita injakan kaki kita ketika berfikir untuk kepentingan bangsa negara, maka disitu pula semua nyawa disekitar kita turut menyaksikan setiap keletihan hati, keletihan pikiran, dan keletihan emosianal. Di saat kita lelah, mereka bersorak memberi semangat agar kita tetap berjalan di rel kebaikan. Ketika Kesusahan, merekalah berdoa Kepada Allah agar dimudahkan.

Jadi apa yang kita tunggu??.

Kenapa Saya Berdiri di Tempat Ini??

Hari ini, seperti biasa saya mendengar kumpula lagu-lagu yang tertera di ipod mungil berwarna silver dengan tutupan pengaman berwarna pink. Kalau saya mencoba me-evaluasi hari ini, tentu saja saya menilai saya bersyukur bisa menjalankan hari-hari ini dengan berbagai macam cerita. Agenda jumat yang seharusnya di smester ini saya libur,alhasil saya akan terus disibukkan dengan agenda mengelola tugas yang sudah diberikan kepercayaan oleh banyak orang untuk dikelola kepada saya.

( heum..ceritanya belum masuk nih..hehe..masih intro..)

kembali ke cerita awal, saya yang dalam kondisi ingin santai sambil mendengar beberapa lagu kesukaan saya. Mulai musik beatles, the killers, hingga pada musik David Cook yang berjudul ” The Time Of My Life “.

Mendengar lagu itu, entah mengapa saya teringat dengan percakpan kawan kampus saya. Mungkin kalian yang baca tulisan ini, ada yang tahu ” siapa sih david cook itu “. Ya, pemenang American Idol yang mendapat jatah nyanyiin lagu kemenangan a’la American Style. Which is power full, glorreous, and spectacularious. Tapi sayangnya bukan Pembicaraan David Cook sang vokalis itu, tapi apa yang dinyayiin nya. Yeah ” The Time Of My Life “. Coba perhatikan lyricnya…

I’ve been waiting for my dreams
To turn into something
I could believe in
And looking for that
Magic rainbow
On the horizon
I couldn’t see it
Until I let go
Gave into love and watched all the bitterness burn
Now I’m coming alive
Body and soul
And feelin’ my world start to turn

And I’ll taste every moment
And live it out loud
I know this is the time,
This is the time
To be more than a name
Or a face in the crowd
I know this is the time
This is the time of my life
Time of my life

Holding onto things that vanished
Into the air
Left me in pieces
But now I’m rising from the ashes
Finding my wings
And all that I needed
Was there all along
Within my reach
As close as the beat of my heart

So I’ll taste every moment
And live it out loud
I know this is the time,
This is the time to be
More than a name
Or a face in the crowd
I know this is the time
This is the time of my life
Time of my life

And I’m out on the edge of forever
Ready to run
I’m keeping my feet on the ground
My arms open wide
My face to the sun

I’ll taste every moment
And live it out loud
I know this is the time,
This is the time to be
More than a name
Or a face in the crowd
I know this is the time
This is the time of my life
Time of my life
More than a name
Or a face in the crowd
This is the time
This is the time of my life.
This is the time of my life.

Mungkin buat semuanya menganggap bahwa lagu ini adalah lagu kemenangan yang sudah kapan tahu jauh-jauh hari bahkan tahun diimpikan kini menjadi kenyataan. Sayangnya filosofi dan historical dari lirik ini sama sekali bukan itu yang menjadi pusara imajinasi saya. Pusara ingatan saya adalah ketika seorang kawan bernama X tiba-tiba menelpon saya, dan ia bilang seperti ini,” Kant, jalan-jalan yuk ?! “.

mendengar ajakan kawan saya, secepat kilat saya jawab, ” Hayoo..kemana? “.

kemudian dia bilang, ” Ke PVJ ( Paris Van Java ),” . PVJ ya,,bukan OVJ.. PVJ itu sebuah pusat perbelanjaan yang terbilang icon kota bandung .

Dari suaranya, saya mendengar ada rasa senang yang tercurahkan dengan rautan wajah, walaupun saya tidak bisa melihat langsung. Tidak lama, Intonasi suaranya berubah ketika dia bertanya,

” Hmm…lo gag ada agenda BEM kan?? “.

Yess..JACKPOT..!!,,pertanyaannya membuat saya menyempitkan senyum saya yang hampir lebar. Seketika itu juga mengingat, saya ada agenda untuk memimpin rapat deplu. Dan mendampingin Hamdan di Forkas Kema Unpad.

” Oh iya, gw lupa, ada rapat deplu. Maaf ya,,lain kali aja deh..”

ketika mendengar ucapan saya, kawna saya langsung berkata, ” Lo tuh ya,,liburan gini tetep aja mikirin deplu. enggak capek apa kant??, Lo enggak KKN tahun ini cuman hanya Deplu kan??..bukan yang lain?. ya..walaupun lo bisa SP. Tapi gw yakin, alasan lo tuh BEM. Bener kan??. Terus lo kapan punya waktu buat lo sendiri?? “.

ya,,saya terdiam mendengar ucapan kawan saya tadi. Entah mengapa, saya yang bisanya menjadi banyak omong, saat itu menjadi terdiam dan membiarkan kawan saya beretorika dengan intonasi sedikit ” menyentil ” saya.

seketika, dengan kata  ” Maaf ” kita pun mengakhiri percakapan.

Dan di lirik ini, saya menjadi teringat dengan Apa-apa yang menjadi pilihan saya saat ini. Semua orang kini sudah tahu bahwa Saya beridentitaskan sebagai anak BEM. Bahkan tetangga saya pun sudah tahu ketika saya harus aksi Century di Jakarta. Hm..mungkin efek Facebook kali ya,,semua jadi terasa cepat informasi berkembang.

Kemudian pikiran saya tersebut berkembang dengan meng-kaitkan masalah fenomena yang saya lihat di kondisi bem saat ini. Sebuah kata Progresif dan Apresiatif selalu di sorakan begitu kencang. Akan tetapi, apa yang saya rasakan jauh dari optimalisasi untuk dibanggakan.  Well, kalau kata kang mei, mungkin itu adalah permulaan BEM beranjak. Jadi jangan pesimis dulu.

Percaya atau tidak, saya teringat dengan kalimat dari senior sang konspirator maut yang dimiliki BEM Kema Unpad baru-baru ini, ketika saya mendengar lagu David Cook tadi.

Sebuah TOTALITAS dari apa yang dituangkan dalam bentuk kerja nyata, yang kemudian disebut ” AMANAH “, apakah bersifat mutlak ataukah hanya sebuah keterpaksaan untuk mengebannya??.

Jujur, saya takut apabila saya salah menilai apa itu arti sebuah totalitas dalam mengemban amanah. Bisa jadi saya hanya menggunakan alih-alih popularitas dan kekuasaan yang jarang diperoleh orang lain. Ya, bayangkan untuk memasuki organisasi tingkat Universitas banyak sekali korban yang tidak lolos masuk dalam open reqruitment BEM Kema Unpad.So, How’s Presticious is it,!!

Jika dahulu, di tahun 2007 saya masih lugu dan berlabelkan mahasiswa baru yang ingin masuk perguruan tinggi, tentu saja saya sangat tidak diketahui orang lain, bahkan semut rangrang di kawasan unpad pun akan bertanya, ” Siapa sih lo?? “.

Kini, saya mulai dikenal banyak orang, dikenal bukan lagi sebagai pribadi saya, tapi dikenal sebagai ” Orang pengemban amanah di BEM “.

Mungkin apa yang disebutkan kawna saya, saya hanyalah manusia yang dahulu tak terkenal kini susah diajak berkumpul dengan dalih ” ada rapat bem “.

Di titik ini, saya berusaha untuk tidak bepersepsi apapun. Sebab saya tahu, tentu ada yang menilai pro dan kontra. Itu artinya saya tidak bisa mengadukan hal ini kepada siapapun. Sebab ini bersifat subjektif.

hanya waktu yang dapat menjawab, Kenapa Saya Berdiri di Tempat Ini??.

sebuah jawaban yang harapan saya, saya dapat melihat tulisan ini di dua tahun, tiga tahun, empat, tahu, sepuluh, tahun, seratus tahun ke depan.